Taubat

SYARAT TAUBAT DITERIMA OLEH ALLAH


Memang manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang terbaik adalah manusia yang ketika dia berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Alloh dengan sebenar-benar taubat. Bukan sekedar tobat sesaat yang diiringi niat hati untuk mengulang dosa kembali. Lalu bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu diterima?

Syarat Taubat Diterima

Agar taubat seseorang itu diterima, maka dia harus memenuhi tiga hal yaitu:
(1) Menyesal, (2) Berhenti dari dosa, dan (3) Bertekad untuk tidak mengulanginya.
Taubat tidaklah ada tanpa didahului oleh penyesalan terhadap dosa yang dikerjakan. Barang siapa yang tidak menyesal maka menunjukkan bahwa ia senang dengan perbuatan tersebut dan menjadi indikasi bahwa ia akan terus menerus melakukannya. Akankah kita percaya bahwa seseorang itu bertaubat sementara dia dengan ridho masih terus melakukan perbuatan dosa tersebut? Hendaklah ia membangun tekad yang kuat di atas keikhlasan, kesungguhan niat serta tidak main-main. Bahkan ada sebagian ulama yang menambahkan syarat yang keempat, yaitu tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. sehingga kapan saja seseorang mengulangi perbuatan dosanya, jelaslah bahwa taubatnya tidak benar. Akan tetapi sebagian besar para ulama tidak mensyaratkan hal ini.

Tunaikan Hak Anak Adam yang Terzholimi

Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak anak Adam, maka ada satu hal lagi yang harus ia lakukan, yakni dia harus meminta maaf kepada saudaranya yang bersangkutan, seperti minta diikhlaskan, mengembalikan atau mengganti suatu barang yang telah dia rusakkan atau curi dan sebagainya.
Namun apabila dosa tersebut berkaitan dengan ghibah (menggunjing), qodzaf (menuduh telah berzina) atau yang semisalnya, yang apabila saudara kita tadi belum mengetahuinya (bahwa dia telah dighibah atau dituduh), maka cukuplah bagi orang telah melakukannya tersebut untuk bertaubat kepada Alloh, mengungkapkan kebaikan-kebaikan saudaranya tadi serta senantiasa mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuk mereka. Sebab dikhawatirkan apabila orang tersebut diharuskan untuk berterus terang kepada saudaranya yang telah ia ghibah atau tuduh justru dapat menimbulkan peselisihan dan perpecahan diantara keduanya.

Nikmat Dibukanya Pintu Taubat

Apabila Alloh menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Alloh bukakan pintu taubat baginya. Sehingga ia benar-benar menyesali kesalahannya, merasa hina dan rendah serta sangat membutuhkan ampunan Alloh. Dan keburukan yang pernah ia lakukan itu merupakan sebab dari rahmat Alloh baginya. Sampai-sampai setan akan berkata, “Duhai, seandainya aku dahulu membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya kedalam dosa sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Alloh.” Diriwayatkan bahwa seorang salaf berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, tetapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Dia menjawab, “Dia berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Robbnya, menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’. Maka dosa tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada ketaatan yang banyak.”

KISAH TAUBAT PEMBUNUH 100 JIWA


 
Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri rodhiyallohu ‘anhu, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang membunuh 99 jiwa, lalu ia bertanya tentang orang yang paling alim di muka bumi, maka ia ditunjukkan kepada seorang rahib (ahli ibadah), lalu ia mendatangi rahib tersebut dan berkata, ‘Jika ada orang yang membunuh 99 jiwa, apa taubatnya bisa diterima?’ Rahib pun menjawab, ‘Tidak.’ Lalu orang tersebut membunuh rahib itu sehingga genap sudah dia membunuh 100 nyawa. Kemudian ia kembali bertanya tentang orang yang paling alim di muka bumi, lalu ia ditunjukkan kepada seorang yang ‘alim, lalu dia berkata, ‘Jika ada orang telah membunuh 100 jiwa, apakah masih ada pintu taubat untuknya?’ Orang alim itu pun menjawab, ‘Ya Siapakah yang menghalangi nya untuk bertaubat? Pergilah ke daerah ini karena di sana terdapat sekelompok orang yang menyembah Alloh Ta’ala, maka sembahlah Alloh bersama mereka dan janganlah kembali ke daerahmu yang dulu karena daerah tersebut adalah daerah yang jelek.’ Laki-laki ini lantas pergi menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut. Ketika sampai di tengah perjalanan, maut menjemputnya. Maka terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat azab. Malaikat rahmat berkata, ‘Orang ini pergi untuk bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Alloh’. Sedangkan malaikat azab berkata, ‘Sesungguhnya orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun’. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai juru damai. Malaikat ini berkata, ‘Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju,pen.), daerah yang jaraknya lebih dekat, maka daerah tersebut yang berhak atas orang ini.’ Mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan teryata orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju, Oleh karena itu ruhnya dibawa oleh malaikat rahmat.” (HR. Bukhori & Muslim)
Wahai saudaraku, siapakah yang dapat menghalangi dari pintu taubat? Laki-laki ini telah membunuh 100 nyawa dan dia telah Alloh ampuni. Jika demikian mengapa Anda berputus asa dari rohmat Alloh dan ampunan-Nya yang begitu luas ??!

Pesan yang Terkandung Dalam Kisah di Atas

Pertama; Pembunuh masih memiliki kesempatan untuk bertaubat. Dalilnya adalah firman Alloh yang artinya, “Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, namun Dia mengampuni dosa-dosa di bawah syirik, bagi siapa yang Dia kehendaki.” (An Nisaa’: 48). Yaitu Alloh mengampuni dosa-dosa di bawah syirik, apabila Dia menghendaki. Ini merupakan pendapat mayoritas para ulama. Ayat ini juga menunjukkan tentang keutamaan ikhlas dan ikhlas merupakan sebab dosa terampuni.
Kedua; Hati ahli maksiat lebih mudah tergugah untuk bertaubat kepada Alloh daripada ahli bid’ah karena dia merasa berbuat salah.
Ketiga; Orang yang berilmu lebih utama daripada ahli ibadah karena ahli ibadah yang jahil (bodoh) terkadang dengan kejahilannya bertindak ‘ngawur’ sekalipun menurut dia hal itu baik. Bertitik tolak dari hal ini dapat diketahui bahwa orang yang terjun berdakwah, harus memiliki ilmu agar tidak membuat kerusakan yang lebih besar.
Keeempat; Orang yang bertaubat hendaknya berpindah dari lingkungan yang jelek ke lingkungan yang baik. Karena bergaul dengan orang-orang sholeh merupakan penyebab iman menjadi kuat dan tipu daya syaithon makin lemah.

Luasnya Ampunan Alloh

Pembaca yang semoga dirahmati Alloh, perhatikanlah hadits qudsi berikut yang menceritakan luasnya ampunan Alloh Subhanahu wa Ta’ala!!
Dari Anas rodhiyallohu ‘anhu, “Saya mendengar Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, Alloh Ta’ala berfirman, ‘…Hai anak Adam, sungguh seandainya kamu datang menghadapKu dengan membawa dosa sepenuh bumi, dan kau datang tanpa menyekutukan-Ku dengan sesuatupun. Sungguh Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula’.” (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh Al Albani di Shohihul Jaami’)
Semoga Alloh menerima taubat dan membersihkan dosa-dosa kita. Amiin.


 KISAH PEZINA YANG BERTAUBAT
 
Ma`iz bin Malik datang menemui Rasulullah saw. seraya berkata :”Ya Rasulullah, bersihkanlah saya dari dosa yang telah saya lakukan.” Rasulullah saw. menjawab: “Celaka engkau ! Pulanglah , Mintalah ampun kepada Allah swt. dan bertaubatlah kepada-Nya !”. Ma`iz lalu berpaling, tapi tidak berapa jauh dari tempat itu, ia kembali lagi menghadap Rasulullah saw. dan berkata lagi :”Ya, Rasulullah. Suci kanlah diri saya dari dosa yang telah saya lakukan.” Nabi saw pun berkata seperti sebelumnya, sampai terulang kejadian semacam itu tiga kali. Dan ketika untuk keempat kalinya Ma`iz menghadapnya dan mengulangi perkataannya itu, maka Rasul akhirnya bertanya kepadanya :”Dalam perkara apa ?”, ia menjawab :”Dari perbuatan zina”. Kemudian Rasulullah saw bertanya kepada yang hadir ketika itu: “Apakah ia gila ?”, dan salah seorang sahabat mengabari bahwa Ma`iz sama sekali tidak gila. “Apa ia mabuk khamr ?” tanya Rasulullah saw selanjutnya. Lalu salah seorang di antara para sahabat itu bangkit dan mencium nafas yang keluar dari mulut Ma’iz, namun ia sama sekali tidak mencium bau minuman keras. Kemudian Rasulullah saw. mengintrogasinya :”Apa engkau telah berzina ?”, Ma`iz menjawab: “Benar, ya Ra sulullah.” Segera Rasulullah saw memerintahkan kepada para sahabat untuk merajamnya. Pada saat itu, yang hadir terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pihak yang tidak senang atas perbuatan zina dengan berpendapat :”Celakalah, ia telah terjerat oleh dosa-dosanya.” Sedang pihak yang simpati atas pengakuan Ma`iz mengatakan : “Tidak ada taubat yang melebihi taubatnya Ma`iz.” Akhirnya Ma`iz menghampiri Rasulullah saw, dan berjabat tangan dengannya. Kemudian ia berkata :”Lemparilah aku dengan batu-batu sampai aku mati.” Maka ia dirajam dua atau tiga hari, kemudian datanglah Rasul sambil memberikan salam kepada para sahabat yang sedang duduk, dan beliau pun ikut duduk. Lantas Rasulullah saw. berkata :”Mintalah ampunan kepada Allah swt untuk Ma`iz bin Malik, sungguh ia telah benar-benar bertaubat kepada Allah swt, seandainya taubatnya itu kamu bagi-bagikan kepada satu ummat pasti akan mencukupinya.”
Beberapa hari sesudah itu, tiba-tiba datang seorang wanita dari daerah Ghamid menghadap Rasulullah saw seraya berkata :”Ya Rasulullah saw., sucikanlah diriku dari dosa-dosa yang telah aku lakukan.” Rasul menjawab :”Celakalah engkau, pulanglah!, mintalah ampun kepada Allah swt dan bertaubatlah kepada-Nya!”. Namun wanita itu kemudian bertanya :”Apakah tuan akan mengulangi sikap tuan terhadap Ma`iz kemarin kepada saya?”. “Ada apa dengan anda ?” Rasul bertanya kepadanya. Sambil mengusap perutnya yang sedang hamil, wanita itu menjawab :”Kehamilanku ini adalah hasil dari perbuatan mesum yang aku lakukan bersama Ma`iz!”. Dengan terkejut Rasûlullâh saw berkata :”Jadi engkau adalah wanita yang dihamilinya?”. Wanita itu menjawab “Benar!”. Baiklah, tunggu sampai engkau melahirkan anak yang ada dalam perutmu ini.” (Diriwayatkan dari Buraidah). Buraidah selanjutnya berkata :”Kemudian wanita itupun dirawat oleh seorang Anshar sampai akhirnya ia melahirkan anaknya. Kemudian ia pun kembali mendatangi Rasulullah saw dan berkata :”Aku telah melahirkan bayi dalam kandunganku”. Namun Rasulullah saw menjawab :”Tetapi saya tidak akan merajamnya dengan meninggalkan bayinya tanpa seorangpun yang menyusuinya.” Saat itu tampillah seorang dari kaum Anshar seraya berkata :”Saya akan menanggung penyusuannya ya Nabiyullah.” Selanjutnya Buraidah berkata :”Kemudian dirajamnya wanita itu.” (HR.Muslim No.1695).
Dalam riwayat An-Nasa`i, disebutkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan menggali sebuah lubang dan mengubur wanita itu sampai ke dadanya, kemudian memerintahkan kepada kaum muslimin untuk merajamnya. Pada saat itu datanglah Khalid bin al-Walid dengan menggenggam sebuah batu dan melemparkannya ke arah wanita itu, sehingga darahnya memercik mengenai wajah atau dahi Khalid. Melihat itu, Khalid pun menyumpahi wanita itu, Rasulullah saw mendengar umpatan Khalid, dan memperingatinya :”Wahai Khalid, jangan engkau berkata demikian, demi Zat Yang jiwaku berada ditangan-Nya, Sungguh wanita ini telah melakukan taubat yang sebenar-benarnya, yang apabila taubatnya dibagikan kepada satu kaum pasti akan mencukupinya.” Setelah itu Rasulullah saw. memerintahkan mengangkat mayat wanita itu untuk di shalatkan dan dikuburkan. (HR.An-Nasa`i, dalam As-Sunan Al-Kubra, No. 7197).